Thursday, March 12, 2015

Jakarta, Tidak Mampu Menanggung Cinta


hari-hari di Jakarta mebuatkan badan saya panas dan dingin. walaupun semangat saya bergelora di kota yang trafiknya hanya selaju dua puluh kilometer sejam, saya merasakan saat belum bersedia meyuap diri sendiri, apalagi menyuap warganya yang hidup seperti dipegang sengsara.

di mana-mana, pasti ada tangan halus yang terjulur meminta rupiah. di mana-mana, pasti ada tangan kasar yang terawang-awang selama belasan menit hingga ia diulurkan rupiah. di mana-mana, pasti ada sorot mata yang memasang perangkap simpati. di mana-mana sahaja.

pesan terbaik yang pernah saya terima di Kota Jakarta, "simpan duitmu untuk dirimu sendiri ataupun untuk perutmu, bukan untuk mereka yang tiba-tiba datang menghulur tangan. Karena sekali duitmu jatuh ke tangan-tangan itu, pasti ribuan lagi akan datang kepadamu dan pada saat itu, sudah terlewat bagi kamu menyimpan untuk dirimu sendiri".

saya menarik nafas panjang. bukanya hati saya dipenuhi oleh niat tidak peduli, jauh sekali dijejali dengan hasrat mahu menghina. Namun seperti yang saya khabarkan tadi, duit saya belum cukup bagi menyuap diri saya sendiri, apalah lagi hendak membiarkan diri saya dikerumuni tangan-tangan yang meminta rupiah.

Boleh sahaja saya menguap seribu alasan, namun secara jujurnya, manisnya iman saya belum bertaraf madu. Iman saya masih tawar, sekiranya tidak masin, dan kadangkala sepahit empedu.

itulah rasional yang saya pendam dalam hati. rasional yang saya ikrarkan untuk Kota Jakarta.

***


lanjutanya? baca sendiri yah. itu sedikit potongan novel karya Baharuddin Bekri chapter "Jakarta, Tidak Mampu Menanggung Cinta" yang saya baca pagi ini, berjudul Hidup Penuh Cinta.

kalau dipikir awal tahun 2015 saya kok diisi dengan ke-melow-an yah? honestly am not kind of romantic person. itu berpengaruh dengan apa-apa saja yang saya pilih termasuk buku bacaan. dari judul novel nya saja "hidup penuh cinta". impulsif. kenapa saya baca novel ini? pengen aja. saya gak romantis tapi sangat sensitif. Nah ini! mungkin keduanya bersifat linear, jadi sebenarnya apakah saya romantis? duh analogi kacau ala saya. 

Lalu pikiran kembali nyamber. “Do you think that I count the days?” . “There is only one day left, always starting over: it is given to us at dawn and taken away from us at dusk.”

So many plans are being prepared for 2015. jadi ingat kata seorang teman "prove that you're not only able to create a plan, Gi" bismillah akan dibuktikan. membuat rencana menyenangkan ya. memupuk kembali  impian lama. Like flowers. Hopefully they all may bloom this year, although I really understand, akan ada yang mati di antaranya. ngomong apa sih ini. mungkin pengaruh overdosis wafer Tango.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...